Siang GuanLie
Mencari
Keberadaan Allahu Akbar
Oleh Nur
Muhammad Maulana
(Santri PPM
As-Salam Mojokerto)
Siang GuanLie sekarang sudah berganti namanya menjadi KH.Kholid Nawawi, seorang mualaf
kelahiran Beijing Cina yang memiliki orangtua berasal dari Cina (Beijing) dan
Indonesia (Manado).
Kedua orangtua Siang Guan Lie memiliki
agama yang berbeda: Ibunya Lie Siuling Giok Sin beragama Kong Hu Chu, sementara
ayahnya Albertus Agustinus Sibonggas beragama Kristen Protestan. Keduanya
sangat taat beragama, bahkan ayahnya merupakan Pendeta di Gereja Karasula,
Pelabuhan Belitung, Kota Manado, Sulawesi Utara.
Saat berusia 14 tahun, Guang Lie bermimpi
masuk ke dalam alam yang belum pernah dijumpainya. Ia melihat jembatan yang sangat panjang, di bawahnya terdapat sungai api
yang menyala-nyala dan di dalam api tersebut banyak sekali hewan-hewan buas dan
memakai kalung api.
Ia pun berlari menjauhi sungai tersebut, sampai berhenti dan mendengar
suara yang menyuruhnya untuk memilih lima tempat ibadah yang terlihat jelas di depan
matanya, yaitu Gereja, Kuil, Masjid, Kelenteng, dan Pura. Ketika memilih masuk
Gereja, dia melihat neneknya sedang dipanggang. Sang nenek itu berkata, agar
dia mencari Allahu Akbar.
Setelah ia terbangun dari mimpi itu, ia duduk dan masih dalam keadaan
belum sadar total, beberapa kakaknya datang menghampiri. Anehnya, ketiga kakak
perempuannya juga bermimpi yang sama. Akhirnya, mereka bersepakat untuk mencari
Allahu Akbar.
Sampai suatu ketika, nenek mereka meninggal dunia. Siang Guan Lie dan keluarganya
pun pergi ke rumah neneknya di Celincing,
Tanjung Priuk, Jakarta untuk mengikuti upacara pembakaran jenazah.
Sesudah dua hari di Jakarta, mereka meminta izin kepada kakeknya untuk
jalan-jalan ke sekeliling rumah.
Mereka melihat banyak orang Muslim bergerombol datang ke Masjid. Karena
tidak tahu apa yang dilakukan orang-orang tersebut, mereka bersepakat
mengikutinya. Mereka menemukan apa yang disarankan neneknya. Ketika azan dikumandangkan,
ada kalimat “Allahu Akbar-Allahu Akbar”.
Mereka pun membeli pakaian-pakaian yang sering dipakai oleh orang Muslim
ke Masjid. Setelah Magrib tiba, mereka datang ke Masjid dan ikut shalat
berjamaah. Ketika jamaah sedang rukuk dan sujud, mereka malah terus mencari
Allahu Akbar, berharap muncul di depan orang-orang yang sedang shalat.
Ketika pulang ke rumah, ternyata orangtua dan kakeknya sudah menunggu di
pintu gerbang. Dari situlah penyiksaan demi penyiksaan bermula. Ketika ditanya dari
mana? Mereka menjawab sedang mencari Allahu Akbar. Dengan penuh kesal dan
amarah, kedua orangtuanya memukuli mereka. Bahkan, mereka diikat dan disekap di
lantai empat.
Pagi harinya, mereka mencoba melepaskan ikatan tersebut dan bertekad
untuk kabur. Mereka menyambung tali bekas lilitan untuk turun ke lantai bawah. Akhirnya,
mereka berhasil meloloskan diri. Untuk menyambung hidup, mereka tidur di kolong
jembatan, mengamen, dan sempat mengikuti grup tarling Yoyon Sudaryo.
Setelah itu, mereka melanjutkan perjalanan. Saat
perjalanan Cirebon ke Jakarta, mereka melihat orang-orang berkumpul
memperingati Maulid Nabi. Orang-orang itu seolah-olah memberi ruang kepada
mereka untuk naik ke atas panggung. Di sanalah ada banyak ulama dari Kota
Serang. Para ulama itu yang kemudian menuntun mereka mengucapkan dua kalimat
syahadat. Para hadirin pun bersalawat menyambut kedatangan 4 orang mualaf.
Saat ini keempat mualaf ini hidup terpisah, ada yang
di Balaraja, Subang, dan Bekasi. Sedangkan Siang Gian Lie bermukim di
Pandeglang Banten, mendirikan Yayasan Nurhidayat yang mengurus ribuan anak-anak
yatim piatu, fakir miskin, dan kaum dhuafa. Siang Gian Lie menjadi ulama besar,
dikenal dengan nama KH. Kholid Nawawi.
assalamu'alaykum
BalasHapusmaaf pak, ada audio ceramah KH Kholid Nawawi gx? kalau ada Upload dong
terima kasih
wassalamu'alaykum