Selasa, 02 Februari 2016

hidayah

Siang GuanLie
Mencari Keberadaan Allahu Akbar
Oleh Nur Muhammad Maulana
(Santri PPM As-Salam Mojokerto)
Siang GuanLie sekarang sudah berganti namanya menjadi KH.Kholid Nawawi, seorang mualaf kelahiran Beijing Cina yang memiliki orangtua berasal dari Cina (Beijing) dan Indonesia (Manado).
Kedua orangtua Siang Guan Lie memiliki agama yang berbeda: Ibunya Lie Siuling Giok Sin beragama Kong Hu Chu, sementara ayahnya Albertus Agustinus Sibonggas beragama Kristen Protestan. Keduanya sangat taat beragama, bahkan ayahnya merupakan Pendeta di Gereja Karasula, Pelabuhan Belitung, Kota Manado, Sulawesi Utara.
Saat berusia 14 tahun, Guang Lie bermimpi masuk ke dalam alam yang belum pernah dijumpainya. Ia melihat jembatan yang sangat panjang, di bawahnya terdapat sungai api yang menyala-nyala dan di dalam api tersebut banyak sekali hewan-hewan buas dan memakai kalung api.
Ia pun berlari menjauhi sungai tersebut, sampai berhenti dan mendengar suara yang menyuruhnya untuk memilih lima tempat ibadah yang terlihat jelas di depan matanya, yaitu Gereja, Kuil, Masjid, Kelenteng, dan Pura. Ketika memilih masuk Gereja, dia melihat neneknya sedang dipanggang. Sang nenek itu berkata, agar dia mencari Allahu Akbar.
Setelah ia terbangun dari mimpi itu, ia duduk dan masih dalam keadaan belum sadar total, beberapa kakaknya datang menghampiri. Anehnya, ketiga kakak perempuannya juga bermimpi yang sama. Akhirnya, mereka bersepakat untuk mencari Allahu Akbar.
Sampai suatu ketika, nenek mereka meninggal dunia. Siang Guan Lie dan keluarganya pun pergi ke rumah neneknya di Celincing, Tanjung Priuk, Jakarta untuk mengikuti upacara pembakaran jenazah. Sesudah dua hari di Jakarta, mereka meminta izin kepada kakeknya untuk jalan-jalan ke sekeliling rumah.
Mereka melihat banyak orang Muslim bergerombol datang ke Masjid. Karena tidak tahu apa yang dilakukan orang-orang tersebut, mereka bersepakat mengikutinya. Mereka menemukan apa yang disarankan neneknya. Ketika azan dikumandangkan, ada kalimat “Allahu Akbar-Allahu Akbar”.
Mereka pun membeli pakaian-pakaian yang sering dipakai oleh orang Muslim ke Masjid. Setelah Magrib tiba, mereka datang ke Masjid dan ikut shalat berjamaah. Ketika jamaah sedang rukuk dan sujud, mereka malah terus mencari Allahu Akbar, berharap muncul di depan orang-orang yang sedang shalat.
Ketika pulang ke rumah, ternyata orangtua dan kakeknya sudah menunggu di pintu gerbang. Dari situlah penyiksaan demi penyiksaan bermula. Ketika ditanya dari mana? Mereka menjawab sedang mencari Allahu Akbar. Dengan penuh kesal dan amarah, kedua orangtuanya memukuli mereka. Bahkan, mereka diikat dan disekap di lantai empat.
Pagi harinya, mereka mencoba melepaskan ikatan tersebut dan bertekad untuk kabur. Mereka menyambung tali bekas lilitan untuk turun ke lantai bawah. Akhirnya, mereka berhasil meloloskan diri. Untuk menyambung hidup, mereka tidur di kolong jembatan, mengamen, dan sempat mengikuti grup tarling Yoyon Sudaryo.
Setelah itu, mereka melanjutkan perjalanan. Saat perjalanan Cirebon ke Jakarta, mereka melihat orang-orang berkumpul memperingati Maulid Nabi. Orang-orang itu seolah-olah memberi ruang kepada mereka untuk naik ke atas panggung. Di sanalah ada banyak ulama dari Kota Serang. Para ulama itu yang kemudian menuntun mereka mengucapkan dua kalimat syahadat. Para hadirin pun bersalawat menyambut kedatangan 4 orang mualaf.

Saat ini keempat mualaf ini hidup terpisah, ada yang di Balaraja, Subang, dan Bekasi. Sedangkan Siang Gian Lie bermukim di Pandeglang Banten, mendirikan Yayasan Nurhidayat yang mengurus ribuan anak-anak yatim piatu, fakir miskin, dan kaum dhuafa. Siang Gian Lie menjadi ulama besar, dikenal dengan nama KH. Kholid Nawawi.


1 komentar:

  1. assalamu'alaykum
    maaf pak, ada audio ceramah KH Kholid Nawawi gx? kalau ada Upload dong

    terima kasih
    wassalamu'alaykum

    BalasHapus